Sabtu, 12 September 2009

Peluhku Darahku

Kuusap peluhku dari basahnya dahi kepalaku. Kusingkirkan keringat dengan telapak tanganku. Merah. Terlihat menyeluruh di telapak tangan ini. Darah. Apa keringatku adalah darah? Kulihat cermin. Tidak sedikitpun goresan luka yang menyebabkan darah bisa mengucur. Tapi merah benar jidatku. Keringat inikah yang membawa darah? Atau darah adalah keringatku?
Aku pingsan. Atau bukan pingsan, koma. Atau mungkin, mati? Matikah aku? aku tidak bisa memastikian ini. Tapi gelap benar mata ini. Pekat menutupi pupil. Di sudut mana muncul titik putih. Ke sanalah aku berjalan. Bukan. Bukan berjalan tapi melayang, terbang. Tanpa sayap. Meskipun aku tidak sepenuhnya dapat menggerakkan diri. Aku begitu saja tersedot. Terseret cahaya putih itu yang kelihatan kecil dari pandanganku. Entah dengan kecepatan melebihi jet atau yang lebih cepat lagi, namun tidak juga sampai di sana. Cukup jauhkah itu atau aku yang lambat sangat?
Mulai terasa lelah mata ini. Tak bisa lagi kubuka. Sama sekali menutup.tapi cahaya itu masih ada. Belum hilang dari pandanganku.
“Untuk apa itu menyedotku?”
Berlari keadaan di sekitarku menjauhi tubuh tanpa daya ini. Cepat sekali aku tidak bisa mencegah mereka. Apalagi menghentikan lari mereka.
Tidak. Bukan mereka yang berlari. Aku melihat mereka diam ditempatnya. Rupanya aku yang dengan cepat melayang, tersedot cahaya itu. Aku yang berlari bukan mereka.
Tidak lagi tampak cahaya itu. Sekarang api ada di mana-mana. Merah panas api ini.
“Api ini yang menyedotku?”
Aku tidak bisa merasakan mereka. Lava cair meluap, mendidih. Di hadapanku. Aku tidak merasakan apapun. Aku hanya bisa melihatnya. Tapi tidak dengan mata terbuka karena masih sulit kubuka mata ini.
“Inikah penyebabnya?”
Semacam lem namun lem apa yang bisa seerat ini merapatkan kelopak mataku. Mungkin bukan lem apa tapi lem siapa. Masih menyala mereka.
read more..